Rasa-rasanya ingin pulang

Akhir-akhir ini rasanya ingin sekali pulang. Padahal biasanya, rasa ingin pulang itu bisa begitu saja hilang ketika sudah bermain komputer atau menonton film. Tapi tetap saja, rasa-rasanya selalu ingin pulang. Mungkin memang hanya sedang melankolis saja atau memang ingin pulang. 

Setiap kali telepon ke rumah, selalu saja ada yang membuat ingin pulang, ingin berkumpul, ingin jadi bagian dari keceriaan di rumah. Rasa-rasanya ingin saja pulang. Padahal biasanya, selalu bisa ditahan. Padahal, setiap kali telepon saya terkadang malah justru menghindar, tidak mau mengangkat, nanti saja kalau sudah longgar pikir saya.

Ahir-akhir ini rasa-rasanya ingin sekali pulang. Kemarin, setelah komplain karena saya tidak kunjung mengangkat dan selalu memberikan pernyataan “kok ditelpon uwangel tenan ki neng ndi?”, ibu langsung memberitahukan sekarang ada dimana. Sampai saya hapal, setiap kali telepon apa saja yang dibicarakan. 

Yang pertama adalah tentang betapa sepinya suasana jalan depan rumah. Iya, rumah saya memang berada tepat di sepanjang jalan utama. Ketika pandemi ini mulai menyerang, dan ibu sudah mulai WFH, jalanan selalu sepi, meskipun terakhir kali saya telpon, ibu berpendapat kalau jalanan rumah sudah mulai ramai lagi. 

Yang kedua, kegiatannya setiap ada di rumah. Iya, padahal ya setiap hari ada di rumah, tetapi ibu selalu melaporkannya. “Iki lagi neng mburi omah, kae, ayahmu lagi ngepeki gedang.” Ibu selalu bilang kalau setiap hari lebih banyak dihabiskan di belakang rumah, walaupun terkadang juga di halaman depan rumah. Di belakang ada lebih banyak hal yang bisa dilakukan. 

Oh! Terakhir kali saya telepon, ibu dan ayah sedang panen pisang. “We milih seng ndi? Gedhang kepok opo gedhang ijo?” Padahal yang panen ya cuma ayah, ibu ya duduk duduk saja. Dengan semangatnya, ibu juga memperlihatkan keadaan halaman belakang rumah. Ibu dan ayah sedang mulai bercocok tanam. Potnya mulai banyak diisi tanah dan sudah ditata rapi di dekat dinding halaman. 

Yang ketiga, ibu selalu menanyakan “Ki lagi neng ndi?” Terkadang, saya cuma mbatin, kan saya masih wfh. Tapi ya cuma mbatin. Akhirnya ya cerita. Kalau hari ini tadi tidak libur ya tetep menulis seperti biasanya. Ibu juga selalu memberi kabar kalau adek nggak pernah lepas dari laptopnya. Katanya, tugasnya selalu banyak, nggak pernah habis. Walaupun sesekali juga adek keluar kamar dan mulai mengganggu percakapan saya dengan ibu.

Rasa-rasanya selalu saja ingin pulang ke rumah setiap kali telepon. Padahal dulu tidak seperti ini rasanya. Atau mungkin memang capek untuk menahan atau menyangkal? atau memang hanya belum ingin pulang?  

Comments