Kenalan Lagi dengan Bahasa Indonesia

"Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri" (Anak Semua Bangsa, h. 119)


Hei! Tahun 2017 sudah masuk bulan ke-lima aja! Bulan Februari kemarin ada engga sih yang menarik menurut kalian? Mungkin, yang paling menyenangkan dan paling mendapat perhatian sepertinya masih tentang hari kasih sayang ya? Eh tapi, sebenarnya di awal bulan Februari kemarin ada juga yang special loh, tepatnya tanggal 6 Februari. Itu adalah hari lahir Pramoedya Ananta Toer, salah satu sastrawan asik yang sudah dikenal luas baik secara lokal maupun global. Pramoedya telah menghasilkan lebih dari 40 karya yang juga disadur ke lebih dari 23 bahasa asing. Karena sempat dicap sebagai ancaman penjajah, beberapa karya Pram ditulis selama pengasingan di beberapa tempat. Tetralogi Pulau Buru adalah bukti sahih kalau beliau memang udah kepincut sama karya tertulis. Walaupun ada di tempat yang enggak memungkinkan buat nulis, beliau masih aja nulis.
Kutipan sebelumnya yang mengawali tulisan ini sebenarnya juga karya Pram yang diambil dari salah satu Roman dari 4 novel dalam Tetralogi Pulau Buru. Kutipan itu sangat menarik menurut saya karena secara tidak langsung, Pram menyebutkan kalau bahasa itu memang salah satu elemen yang paling penting dalam suatu bangsa. Apalagi di Indonesia sendiri ada Sumpah Pemuda, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Pernyataan dalam sumpah tersebut cocok banget sama apa yang dinyatakan Pram dalam romannya yang berjudul Anak Semua Bangsa.

Kalau kita coba lihat ke belakang, bahasa Indonesia sendiri sudah pernah mengalami beberapa perubahan yak. Yang paling kelihatan sih yang menghilangkan penggunaan huruf “oe” terus diganti sama “u”. Kalau pas Sumpah Pemuda itu masih pakai ejaan Republik atau ejaan Soewandi yang disahkan Maret 1947. Setelah itu bahasa Indonesia sendiri sudah pernah empat kali dirubah ejaannya, tahun 1967, tahun 1972, tahun 1987, terus terakhir 2009. Ejaan yang disempurkan atau yang kita sekarang kenal sebagai EYD, pertama kali dibentuk dan disahkan tahun 1972. Setelah disahkan, baru pada tahun 1975 Menteri Pendidikan mnegesahkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Ketika itu juga, penggunaan huruf f, v, dan z, yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.

Setelah hurufnya diresmikan, kata-kata serapan juga banyak yang akhirnya diserap dan digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia. Akhir-akhir ini banyak kata serapan yang langsung disadur dari bahasa asing, khususnya bahasa inggris. Contohnya kayak penggunaan “kemistri” atau “solutif”. Sebenarnya ga papa sih nyadur gitu, tapi kalau ternyata salah penggunaannya atau malah ga ada di bahasa aslinya kan malah ngrusak kaidah bahasa Indonesianya. Kata solutif itu yang paling sering dipakai. Menurut orang yang pernah saya dengar pakai kata tersebut, solutif itu maksudnya “yang bersifat memberikan solusi”. Padahal kata tersebut, dalam bahasa aslinya yaitu bahasa asing, artinya “sifat yang cenderung memberikan relaksasi”. Itu pun artinya udah arti lama, maksudnya kata tersebut sudah jarang atau bahkan ga pernah dipakai lagi. Kan jadi tengsin kan yak. Terus ada lagi kata “kemistri”, saya menemukan kata ini di salah satu situs di internet, tetapi saya juga menemukan beberapa tulisan lain entah di media cetak atau media daring yang menggunakan kata itu. Kita semua tau kan yak “chemistry” itu artinya “sebuah ikatan” atau kalau di Oxford Advanced Learner’s Dictionary, kata “chemistry” itu artinya “the scientific study of substances” atau “the relationship between two people”. Jadi, “chemistry” itu kalau ga ilmu tentang kimia bisa juga artinya sebuah ikatan antara dua orang. Iya, sama artinya, maksudnya juga. Tapi, kenapa gitu harus nyadur? Kan ada bahasa Indonesianya, Ikatan.

Sebenarnya sah-sah aja sih kalau bahasa itu nyadur dari bahasa lain. Malahan, Abdul Chaer, seorang ahli liguistik bahasa Indonesia, ini orang pasti sudah sering dilihat sama khusunya mahasiswa fakultas bahasa soalnya sudah banyak buku Linguistik yang ditulis sama beliau, menyatakan dalam salah satu bukunya, kalau penggunaan kata serapan itu bisa menambah kosa kata bahasa Indonesia. Sejak bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa persatuan atau bahasa pertama bangsa Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa atau yang sekarang lebih dikenal dengan Pusat Bahasa pada tahun 1996 menyusun Senarai Kata Serapan, yang didalamnya menyatakan bahwa bahasa Indonesia menyerap 7.636 kata dari beberapa bahasa asing. Bahasa Belanda jadi bahasa yang paling banyak diserap dengan 3.280 kata. Kalau bahasa Inggris sendiri ada 1.610 kata. Bahasa-bahasa lain yang juga banyak disadur adalah bahasa Arab, Sansekerta, Tinoghoa, Portugis, Tamil, Parsi dan Hindi.

Terus ada lagi bahasa-bahasa dari suku-suku yang ada di Indonesia yang juga disadur oleh bahasa Indonesia. Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat yang resmi disusun 2008 lalu, jumlah kata serapan yang disadur ke dalam bahasa Indonesia ada 2.847 kata. Dari kata-kata serapan tersebut yang paling banyak disadur dari bahasa suku Jawa, ada 1.109 kata, dan suku Minangkabau, ada 929 kata.

Alwi dan sejumlah koleganya dalam bukunya “Tata bahasa baku bahasa Indonesia edisi Ketiga” juga menyebutkan kalau banyaknya unsur bahasa baku yang diserap dari bahasa ibu atau Bahasa dari masing-masing suku di Indonesia dapat memperkaya bahasa Indonesia, tetapi masuknya unsur bahasa asing yang kemudian dipakai dan disepakati sebagai kata serapan dan digunakan dalam keseharian masyarakat Indonesia dapat menyebabkan pencemaran atas kemurnian bahasa Indonesia. Jadi ironi banget sebenarnya data itu. Padahal kalau mau menyadur dari bahasa lokal di Indonesia, kosa kata bahasa Indonesia bakal jadi kaya banget. Soalnya Indonesia sendiri punya lebih dari 700 bahasa daerah dari suku-suku yang ada. Terus juga ada lebih dari 10 bahasa daerah yang penutur aslinya lebih dari satu juta orang.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan atau bisa juga disebut sebagai bahasa pertama punya peran yang penting banget dalam menyatukan keberagaman yang ada di Indonesia. Itu juga yang jadi dasar pernyataan Pram yang ada di awal tulisan ini. Pram memberikan pesan kalau sebagai satu bangsa, kita juga harus menjaga dan mengenali kebudayaan kita juga. Salah satunya adalah bahasa kita sendiri. Bahasa ibu kita atau bahasa yang berasal dari masing-masing suku di Indonesia menjadi bukti bahwa Indonesia mempunyai keberagaman yang begitu luas. Dengan mengenal dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik kita dapat mengenal dan memahami keberagaman dari tiap-tiap suku di Indonesia.


Mempelajari bahasa asing dan menggunakan pada tempatnya adalah juga suatu keharusan untuk mengenalkan kebudayaan yang begitu beragam ini kepada kebudayaan negara lain dan juga kita dapat bersaing secara global dengan lebih mudah dengan negara lain. Tetapi mengerti dan memahami kemudian menggunakan bahasa Indonesia pada tempatnya dengan baik adalah salah satu dasar untuk mengenalkan kebudayaan bangsa Indonesia. Bagaimana kita bisa mengenalkan kebudayaan kita kalau bahasanya aja enggak dimengerti? Giliran sudah di-daku sama bangsa lain baru mencak-mencak…

Comments